Senin, 13 Juni 2011

EKOLOGI LAUT TROPIS
Ditinjau dari daratan menuju ke arah laut lepas, tipologi umum dari perairan laut tropis diawali oleh hutan mangrove yang kemudian diikuti oleh hamparan padang lamun, dan bentang terumbu karang (gambar 1).  Masing-masing ekosistem laut tropis tersebut memiliki beragam fungsi dan peran yang saling terkait satu sama lain.

Gambar 1. Fungsi dan peran tiga ekosistem laut tropis
Tingginya kompleksitas ekosistem laut tropis, baik di dalam maupun antar ekosistem, membuat penelitian interaksi suatu kajian yang sangat rumit dan dinamis. Oleh karena itu, mekanisme yang pasti dalam interaksi antara ketiga ekosistem ini masih terus diteliti sampai saat ini. Ogden dan Gladfelter (1983) menyarikan interaksi rumit dalam ekosistem laut tropis ke dalam lima kategori, yaitu interaksi fisik, interaksi bahan organik terlarut, interaksi bahan organik partikel, interaksi migrasi biota dan interaksi dampak manusia (gambar 2).
 
Gambar 2. Interaksi antara ketiga ekosistem laut tropis (modifikasi Ogden dan Gladfelter dalam Bengen 2004)
INTERAKSI FISIK
Terumbu karang, padang lamun, dan hutan mangrove berinteraksi secara fisik melalui beberapa mekanisme, yaitu reduksi energi gelombang, reduksi sedimen, dan pengaturan pasokan air baik air laut maupun air tawar dari sungai.  Komunitas lamun dan mangrove sangat bergantung pada keberadaan struktur kokoh dari bangunan kapur terumbu karang sebagai penghalang aksi hidrodinamis lautan, yaitu arus dan gelombang.  Di zona reef front, terjadi produksi pecahan fragmen kapur akibat hempasan gelombang dan terpaan arus yang terus-menerus. Fragmen-fragmen kapur ini akan diproses oleh beberapa jenis ikan, bulu babi, dan sponge untuk menghasilkan  kerikil, pasir, dan lumpur.  Selanjutnya kerikil, pasir, dan lumpur akan diteruskan ke arah pantai oleh aksi gelombang dan arus yang telah dilemahkan, sehingga membentuk akumulasi sedimen yang menjadi substrat utama di goba serta diperlukan di ekosistem padang lamun dan hutan mangrove.
Padang lamun berperan ganda dalam mempengaruhi kedua komunitas di sekitarnya, yaitu sebagai (1) pemerangkap dan penstabil sedimen, serta (2) pemroduksi sedimen. Fungsi pertama sangat diperlukan oleh terumbu karang karena menghindari proses sedimentasi yang bisa menutup permukaan hewan karang dan mengahalangi proses fotosintesis zooxanthellae di dalamnya. Fungsi yang kedua dilakukan oleh alga berkapur, epifit, dan infauna, yang hasilnya diperlukan oleh komunitas lamun dan mangrove.
Hutan mangrove juga berperan serupa dalam hal pemerangkap dan penyaring sedimen dan bahan pencemar, sehingga sedimentasi dan pencemaran di perairan pesisir jauh berkurang.  Mangrove juga berperan dalam mengatur pasokan air tawar ke sistem perairan pesisir.
INTERAKSI MIGRASI BIOTA
    Migrasi biota laut merupakan suatu hubungan yang penting dan nyata antara terumbu karang, padang lamun, dan hutan mangrove. Ada dua kategori migrasi biota, yaitu:

1. Migrasi jangka pendek untuk makan

    Tipe migrasi ini umumnya dilakukan oleh biota-biota dewasa.  Ada dua strategi migrasi makan, yaitu:
Edge (peripheral) feeders Edge feeders merupakan biota yang memanfaatkan suatu sistem habitat untuk berlindung, namun berkelana jauh dari sistemnya untuk mencari makan.  Umumnya tipe migrasi ini berlangsung dalam jarak pendek, dan biota yang telah diketahui melakukannya adalah bulu babi Diadema dan ikan Scaridae.
Migratory feeders Tipe migratory feeders memiliki jarak migrasi yang relatif jauh dan memiliki waktu tertentu dalam melakukan kegiatannya.  Contoh biotanya adalah ikan penghuni terumbu karang seperti ikan kakap (Lutjanidae) yang diketahui sering mencari makan di padang lamun saat malam hari, dan ikan barakuda (Sphyraenidae) yang mencari makan di hutan mangrove saat pasang naik.
2. Migrasi daur hidup antara sistem yang berbeda,
    Tipe migrasi ini sering dijumpai pada spesies-spesies ikan dan udang yang diketahui melakukan pemijahan dan pembesaran larva di hutan mangrove atau padang lamun.  Hal ini dimungkinkan oleh tersedianya banyak ruang berlindung, kaya akan sumber makanan, dan kondisi lingkungan perairan yang lebih statis dibandingkan terumbu karang.  Lambat laun biota tersebut tumbuh dan menjadi besar, sehingga ruang berlindung yang tersedia sudah tidak memadai lagi dan mereka pun bermigrasi ke perairan yang lebih dalam seperti terumbu karang atau laut lepas.
INTERAKSI DAMPAK MANUSIA
Kegiatan manusia memiliki dampak yang bervariasi terhadap ekosistem laut tropis, dari yang sifatnya sementara atau dapat diatasi secara alami oleh sistem ekologi masing-masing ekosistem hingga yang bersifat merusak secara permanen hingga ekosistem tersebut hilang. Kerusakan yang terjadi terhadap salah satu ekosistem dapat menimbulkan dampak lanjutan bagi aliran antar ekosistem maupun ekosistem lain di sekitarnya.  Khusus bagi komunitas mangrove dan lamun, gangguan yang parah akibat kegiatan manusia berarti kerusakan dan musnahnya ekosistem.  Bagi komunitas terumbu karang, walau lebih sensitif terhadap gangguan, kerusakan yang terjadi dapat mengakibatkan konversi habitat dasar dari komunitas karang batu yang keras menjadi komunitas yang didominasi biota lunak seperti alga dan karang lunak.
1.     
Gambar .Berbagai kegiatan manusia yang merusak dan mengganggu keberlangsungan ekosistem laut tropis: (A) konversi hutan mangrove untuk tambak, (B) pencemaran minyak, (C) kegiatan wisata yang kurang berhati-hati, (D) pemasangan jangkar perahu yang merusak koloni karang.

INTERAKSI BAHAN ORGANIK PARTIKEL (particulate organic matter)
    Sejumlah besar bahan organik partikel yang masuk ke lautan berasal dari bahan organik terlarut dari daratan yang terakumulasi dan mengeras.  Sebagian kecil lainnya berasal dari detritus yang berupa dedaunan mangrove dan lamun yang membusuk.  Mayoritas bahan organik partikel ini akan dihancurkan terlebih dahulu oleh biota-biota mangrove sehingga membentuk fragmen yang berukuran lebih kecil. Fragmen-fragmen berukuran kecil ini merupakan makanan yang berprotein tinggi dan disukai oleh biota laut berukuran besar yang sering terdapat di terumbu karang.

EKOSISTEM MANGROVE
Definisi
Mangrove merupakan karakteristik dari bentuk tanaman pantai, estuari atau muara sungai, dan delta di tempat yang terlindung daerah tropis dan sub tropis. Dengan demikian maka mangrove merupakan ekosistem yang terdapat di antara daratan dan lautan dan pada kondisi yang sesuai mangrove akan membentuk hutan yang ekstensif dan produktif.Karena hidupnya di dekat pantai, mangrove sering juga dinamakan hutan pantai, hutan pasang surut, hutan payau, atau hutan bakau. Istilah bakau itu sendiri dalam bahasa Indonesia merupakan nama dari salah satu spesies penyusun hutan mangrove yaitu Rhizophora sp. Sehingga dalam percaturan bidang keilmuan untuk tidak membuat bias antara bakau dan mangrove maka hutan mangrove sudah ditetapkan merupakan istilah baku untuk menyebutkan hutan yang memiliki karakteristik hidup di daerah pantai.
Berkaitan dengan penggunaan istilah mangrove maka menurut FAO (1982) : mangrove adalah individu jenis tumbuhan maupun komunitas tumbuhan yang tumbuh di daerah pasang surut. Istilah mangrove merupakan perpaduan dari dua kata yaitu mangue dan grove. Di Eropa, ahli ekologi menggunakan istilah mangrove untuk menerangkan individu jenis dan mangal untuk komunitasnya. Hal ini juga dijelaskan oleh Macnae (1968) yang menyatakan bahwa kata nmangrove seharusnya digunakan untuk individu pohon sedangkan mangal merupakan komunitas dari beberapa jenis tumbuhan.

Hutan mangrove sering disebut hutan bakau atau hutan payau. Dinamakan hutan bakau oleh karena sebagian besar vegetasinya didominasi oleh jenis bakau, dan disebut hutan payau karena hutannya tumbuh di atas tanah yang selalu tergenang oleh air payau. Arti mangrove dalam ekologi tumbuhan digunakan untuk semak dan pohon yang tumbuh di daerah intertidal dan subtidal dangkal di rawa pasang tropika dan subtropika. Tumbuhan ini selalu hijau dan terdiri dari bermacam-macam campuran apa yang mempunyai nilai ekonomis baik untuk kepentingan rumah tangga (rumah, perabot) dan industri (pakan ternak, kertas, arang). 
Wilayah mangrove dicirikan oleh tumbuh-tumbuhan khas mangrove, terutama jenis-jenis Rhizophora, Bruguiera, Ceriops, Avicennia, Xylocarpus dan Acrostichum (Soerianegara,1993). Selain itu juga ditemukan jenis-jenis Lumnitzera, Aegiceras, Scyphyphora dan Nypa (Nybakken, 1986; Soerianegara, 1993). Mangrove mempunyai kecenderungan membentuk kerapatan dan keragaman struktur tegakan yang berperan penting sebagai perangkap endapan dan perlindungan terhadap erosi pantai. Sedimen dan biomassa tumbuhan mempunyai kaitan erat dalam memelihara efisiensi dan berperan sebagai penyangga antara laut dan daratan, bertanggung jawab atas kapasitasnya sebagai penyerap energi gelombang dan menghambat intrusi air laut ke daratan. Selain itu, tumbuhan tingkat tinggi menghasilkan habitat untuk perlindungan bagi hewan-hewan muda dan permukaannya bermanfaat sebagai substrat perlekatan dan pertumbuhan dari banyak organisme epifit (Nybakken.1986).
Secara umum komunitas hutan, termasuk hutan mangrove memiliki karakteristik fisiognomi yaitu dinamakan sesuai dengan jenis yang dominan berada di suatu kawasan. Misalnya di suatu kawasan hutan mangrove yang dominan adalah jenis Rhizophora sp maka hutan tersebut dinamakan hutan mangrove Rhizophora. 
Secara lebih luas dalam mendefinisikan hutan mangrove sebaiknya memperhatikan keberadaan lingkungannya termasuk sumberdaya yang ada. Berkaitan dengan hal tersebut maka Saenger et al. 1983 mendefinisikan sumberdaya mangrove sebagai :
Exclusive mangrove, yaitu satu atau lebih jenis pohon atau semak belukar yang hanya tumbuh di habitat mangrove
Non exclusive mangrove, yaitu setiap jenis tumbuhan yang tumbuh di habitat mangrove, dan keberadaannya tidak terbatas pada habitat mangrove saja
Biota, yaitu semua jenis biota yang berasosiasi dengan habitat mangrove
Proses (abrasi, sedimentasi), yaitu setiap proses yang berperan penting dalam menjaga atau memelihara keberadaan ekosistem mangrove. Keanekaragaman jenis ekosistem mangrove di Indonesia cukup tinggi
jika dibandingkan dengan negara lain di dunia. Jumlah jenis mangrove di Indonesia mencapai 89 yang terdiri dari 35 jenis pohon, 5 jenis terna, 9 jenis perdu, 9 jenis liana, 29 jenis epifit, dan 2 jenis parasit (Nontji, 1987). Dari 35 jenis pohon tersebut, yang umum dijumpai di pesisir pantai adalah Avicennia sp,Sonneratia sp, Rizophora sp, Bruguiera sp, Xylocarpus sp, Ceriops sp, dan Excocaria sp.
Bentuk vegetasi dan komunitas mangrove terdiri dari 3 zone mangrove berdasarkan distribusi, karakteristik biologi, kadar garam dan intensitas penggenangan lahan yaitu:
( i) Vegetasi Inti
Jenis ini membentuk hutan mangrove di daerah zona intertidal yang mampu bertahan terhadap pengaruh salinitas (garam), yang disebut tumbuhan halophyta. Kebanyakan jenis mangrove mempunyai adaptasi khusus yang memungkinkan untuk tumbuh dan berkembang dalam substrat/lahan mangrove seperti kemampuan berkembang biak, toleransi terhadap kadar garam tinggi, kemampuan bertahan terhadap perendaman oleh pasang surut, memiliki pneumatophore atau akar napas, bersifat sukulentis dan kelenjar yang mengeluarkan garam. Lima jenis mangrove paling utama adalah Rhizophora mangle. L., R. harrisonii leechman (Rhizoporaceae), Pelliciera rhizophorae triana dan Planchon (pelliceriaceae), Avicennia germinans L ( Avicenniaceae) dan Laguncularia racemosa L. gaertn. (Combretaceae).
( ii) Vegetasi marginal
Jenis ini biasanya dihubungkan dengan mangrove yang berada di darat, di rawa musiman, pantai dan/atau habitat mangrove marginal. Meskipun demikian vegetasi ini tetap tergolong mangrove. Jenis Conocarpus erecta (combretaceae) tidak ditemukan di dalam vegetasi mangrove biasa. Mora oleifera (triana), Duke (leguminosae) jumlahnya berlimpah-limpah di selatan pantai pasifik, terutama di semenanjung de osa, dimana mangrove ini berkembang dalam rawa musiman salin (25 promil). Jenis yang lain adalah Annona glabra L. (Annonaceae), Pterocarpus officinalis jacq. (Leguminosae), Hibiscus tiliaceus L. dan Pavonia spicata killip (Malvaceae). Jenis pakis-pakisan seperti Acrostichum aureum L. (Polipodiaceae) adalah yang sangat luas penyebarannya di dalam zone air payau dan merupakan suatu ancaman terhadap semaian bibit untuk regenerasi.
(iii) Vegetasi fakultatif marginal
Carapa guianensis (Meliaceae) tumbuh berkembang di daerah dengan kadar garam sekitar 10 promil. Jenis lain adalah Elaeis oleifera dan Raphia taedigera. Di daerah zone inter-terrestrial dimana pengaruh iklim khatulistiwa semakin terasa banyak ditumbuhi oleh Melaleuca leucadendron rawa ( e.g. selatan Vietnam). Jenis ini banyak digunakan untuk pembangunan oleh manusia.  Lugo dan Snedaker (1974) mengidentifkasi dan menggolongkan mangrove menurut enam jenis kelompok (komunitas) berdasar pada bentuk hutan, proses geologi dan hidrologi.  Masing-Masing jenis memiliki karakteristik satuan lingkungan seperti jenis lahan dan kedalaman, kisaran kadar garam tanah/lahan, dan frekuensi penggenangan. Masing-masing kelompok mempunyai karakteristik yang sama dalam hal produksi primer, dekomposisi serasah dan ekspor karbon dengan perbedaan dalam tingkat daur ulang nutrien, dan komponen penyusun kelompok.
Suatu uraian ringkas menyangkut jenis klasifikasi hutan mangrove berdasarkan geomorfologi ditunjukkan sebagai berikut :
1. Overwash mangrove forest
Mangrove merah merupakan jenis yang dominan di pulau ini yang sering dibanjiri dan dibilas oleh pasang, menghasilkan ekspor bahan organik dengan tingkat yang tinggi. Tinggi pohon maksimum adalah sekitar 7 m. 
                        


2. Fringe mangrove forest
Mangrove fringe ini ditemukan sepanjang terusan air, digambarkan sepanjang garis pantai yang tingginya lebih dari rata-rata pasang naik. Ketinggian mangrove maksimum adalah sekitar 10 m.
                                    
3. Riverine mangrove forest
Kelompok ini mungkin adalah hutan yang tinggi letaknya sepanjang daerah pasang surut sungai dan teluk,  merupakan daerah pembilasan reguler.  Ketiga jenis bakau, yaitu putih  (Laguncularia racemosa), hitam (Avicennia germinans) dan mangrove  merah (Rhizophora mangle) adalah terdapat di dalamnya. Tingginya rata- rata dapat mencapai 18-20 m.
                                     
4. Basin mangrove forest
Kelompok ini biasanya adalah jenis yang kerdil terletak di bagian dalam  rawa Karena tekanan runoff terestrial yang menyebabkan terbentuknya  cekungan atau terusan ke arah pantai.  Bakau merah terdapat dimana ada pasang surut yang membilas tetapi ke arah yang  lebih dekat pulau, mangrove putih dan  hitam lebih mendominasi. Pohon dapat  mencapai tinggi 15 m.
                                           
5. Hammock forest
Biasanya serupa dengan tipe (4) di atas tetapi mereka ditemukan pada  lokasi sedikit lebih tinggi dari area  yang melingkupi. Semua jenis ada tetapi  tingginya jarang lebih dari 5 m.
                                           
6. Scrub or dwarf forest
Jenis komunitas ini secara khas ditemukan  di pinggiran yang rendah. Semua dari  tiga jenis ditemukan tetapi jarang  melebihi 1.5 m ( 4.9 kaki). Nutrient merupakan faktor pembatas.
                                          
Faktor-faktor Lingkungan
Beberapa faktor lingkungan yang mempengaruhi pertumbuhan  mangrove di suatu lokasi adalah :
Ø  Fisiografi pantai (topografi)
Ø  Pasang (lama, durasi, rentang)
Ø  Gelombang dan arus  
Ø  Iklim (cahaya,curah hujan, suhu, angin)
Ø  Salinitas
Ø  Oksigen terlarut
Ø  Tanah
Ø  Hara
Faktor-faktor lingkungan tersebut diuraikan sebagai berikut :
A. Fisiografi pantai
Fisiografi pantai dapat mempengaruhi komposisi, distribusi spesies dan lebar hutan mangrove. Pada pantai yang landai, komposisi ekosistem mangrove lebih beragam jika dibandingkan dengan pantai yang terjal. Hal ini disebabkan karena pantai landai menyediakan ruang yang lebih luas untuk tumbuhnya mangrove sehingga distribusi spesies menjadi semakin luas dan lebar. Pada pantai yang terjal komposisi, distribusi dan lebar hutan mangrove lebih kecil karena kontur yang terjal menyulitkan pohon mangrove untuk tumbuh.
B. Pasang
Pasang yang terjadi di kawasan mangrove sangat menentukan zonasi tumbuhan dan komunitas hewan yang berasosiasi dengan ekosistem mangrove. Secara rinci pengaruh pasang terhadap pertumbuhan mangrove dijelaskan sebagai berikut:
Lama pasang :
Lama terjadinya pasang di kawasan mangrove dapat mempengaruhi perubahan salinitas air dimana salinitas akan meningkat pada saat pasang dan sebaliknya akan menurun pada saat air laut surut
Perubahan salinitas yang terjadi sebagai akibat lama terjadinya pasang merupakan faktor pembatas yang mempengaruhi distribusi spesies secara horizontal.
Perpindahan massa air antara air tawar dengan air laut mempengaruhi distribusi vertikal organisme
Durasi pasang :
Struktur dan kesuburan mangrove di suatu kawasan yang memiliki jenis pasang diurnal, semi diurnal, dan campuran akan berbeda.
Komposisi spesies dan distribusi areal yang digenangi berbeda menurut durasi pasang atau frekuensi penggenangan. Misalnya : penggenagan sepanjang waktu maka jenis yang dominan adalah Rhizophora mucronata dan jenis Bruguiera serta Xylocarpus kadang-kadang ada.
Rentang pasang (tinggi pasang):
Akar tunjang yang dimiliki Rhizophora mucronata menjadi lebih tinggi pada lokasi yang memiliki pasang yang tinggi dan sebaliknya
Pneumatophora Sonneratia sp menjadi lebih kuat dan panjang pada lokasi yang memiliki pasang yang tinggi.
C.  Gelombang dan Arus
Gelombang dan arus dapat merubah struktur dan fungsi ekosistem mangrove. Pada lokasi-lokasi yang memiliki gelombang dan arus yang cukup besar biasanya hutan mangrove mengalami abrasi sehingga terjadi pengurangan luasan hutan.
Gelombang dan arus juga berpengaruh langsung terhadap distribusi spesies misalnya buah atau semai Rhizophora terbawa gelombang dan arus sampai menemukan substrat yang sesuai untuk menancap dan akhirnya tumbuh.
Gelombang dan arus berpengaruh tidak langsung terhadap sedimentasi pantai dan pembentukan padatan-padatan pasir di muara sungai. Terjadinya sedimentasi dan padatan-padatan pasir ini merupakan substrat yang baik untuk menunjang pertumbuhan mangrove
Gelombang dan arus mempengaruhi daya tahan organisme akuatik melalui transportasi nutrien-nutrien penting dari mangrove ke laut. Nutrien-nutrien yang berasal dari hasil dekomposisi serasah maupun yang berasal dari runoff daratan dan terjebak di hutan mangrove akan terbawa oleh arus dan gelombang ke laut pada saat surut.
D. Iklim
Mempengaruhi perkembangan tumbuhan dan perubahan faktor fisik (substrat dan air). Pengaruh iklim terhadap pertimbuhan mangrove melalui cahaya, curah hujan, suhu, dan angin. Penjelasan mengenai faktor-faktor tersebut adalah sebagai berikut:
1. Cahaya
Cahaya berpengaruh terhadap proses fotosintesis, respirasi, fisiologi, dan struktur fisik mangrove
Intensitas, kualitas, lama (mangrove adalah tumbuhan long day plants yang membutuhkan intensitas cahaya yang tinggi sehingga sesuai untuk hidup di daerah tropis) pencahayaan mempengaruhi pertumbuhan mangrove
Laju pertumbuhan tahunan mangrove yang berada di bawah naungan sinar matahari lebih kecil dan sedangkan laju kematian adalah sebaliknya
Cahaya berpengaruh terhadap perbungaan dan germinasi dimana tumbuhan yang berada di luar kelompok (gerombol) akan menghasilkan lebih banyak bunga karena mendapat sinar matahari lebih banyak daripada tumbuhan yang berada di dalam gerombol.
2. Curah hujan
Jumlah, lama, dan distribusi hujan mempengaruhi perkembangan tumbuhan mangrove
Curah hujan yang terjadi mempengaruhi kondisi udara, suhu air, salinitas air dan tanah
Curah hujan optimum pada suatu lokasi yang dapat mempengaruhi pertumbuhan mangrove adalah yang berada pada kisaran 1500-3000 mm/tahun
3. Suhu
Suhu berperan penting dalam proses fisiologis (fotosintesis dan respirasi)
Produksi daun baru Avicennia marina terjadi pada suhu 18-20C dan jika suhu lebih tinggi maka produksi menjadi berkurang
Rhizophora stylosa, Ceriops, Excocaria, Lumnitzera tumbuh optimal pada suhu 26-28C
Bruguiera tumbuah optimal pada suhu 27C, dan Xylocarpus tumbuh optimal pada suhu 21-26C
4. Angin
Angin mempengaruhi terjadinya gelombang dan arus
Angin merupakan agen polinasi dan diseminasi biji sehingga membantu terjadinya proses reproduksi tumbuhan mangrove 
E. Salinitas
Salinitas optimum yang dibutuhkan mangrove untuk tumbuh berkisar antara 10-30 ppt
Salinitas secara langsung dapat mempengaruhi laju pertumbuhan dan zonasi mangrove, hal ini terkait dengan frekuensi penggenangan
Salinitas air akan meningkat jika pada siang hari cuaca panas dan dalam keadaan pasang
Salinitas air tanah lebih rendah dari salinitas air
F. Oksigen Terlarut
Oksigen terlarut berperan penting dalam dekomposisi serasah karena bakteri dan fungsi yang bertindak sebagai dekomposer membutuhkan oksigen untuk kehidupannya.
Oksigen terlarut juga penting dalam proses respirasi dan fotosintesis 3.    Oksigen terlarut berada dalam kondisi tertinggi pada siang hari dan kondisi terendah pada malam hari
G. Substrat
Karakteristik substrat merupakan faktor pembatas terhadap pertumbuhan mangrove
Rhizophora mucronata dapat tumbuh baik pada substrat yang dalam/tebal dan berlumpur
Avicennia marina dan Bruguiera hidup pada tanah lumpur berpasir
Tekstur dan konsentrasi ion mempunyai susunan jenis dan kerapatan tegakan Misalnya jika komposisi substrat lebih banyak liat (clay) dan debu (silt) maka tegakan menjadi lebih rapat
Konsentrasi kation Na>Mg>Ca atau K akan membentuk konfigurasi hutan Avicennia/Sonneratia/Rhizophora/Bruguiera
Mg>Ca>Na atau K yang ada adalah Nipah
Ca>Mg, Na atau K yang ada adalah Melauleuca
H. Hara
Unsur hara yang terdapat di ekosistem mangrove terdiri dari hara inorganik dan organik.
Inorganik : P,K,Ca,Mg,Na
Organik : Allochtonous dan Autochtonous (fitoplankton, bakteri, alga)

Daftar Pustaka
FAO. Management and Utilization of mangroves in Asia Pasific. FAO Environmental Paper   3, FAO, Rome. 1983 Hutching, P and P.Saenger. Ecology of Mangroves. University of Queensland,
London. 1987 Mann, K.H. Ecology of Coastal Waters. Second Edition. Blackwell Science. 2000 Saenger, P. E.J, Hegerl, and J.P.S. Davie. Global Status of Mangrove Ecosystems. 







EKOFISIOLOGI DAN ZONASI
Ekofisiologi Mangrove
Ekosistem mangrove memiliki lingkungan yang sangat kompleks sehingga diperlukan beberapa adaptasi baik morfologi, fisiologi, maupun reproduksi terhadap kondisi tersebut. Beberapa adaptasi yang dilakukan terutama untuk beberapa aspek sebagai berikut :
v  Bertahan dengan konsentrasi garam tinggi
v  Pemeliharaan Air Desalinasi
v  Spesialisasi Akar
v  Reproduktif
v  Respon Terhadap Cahaya
v  Bertahan dengan konsentrasi garam tinggi
Organisme yang hidup di ekosistem mangrove terutama pohon mangrove memiliki kelebihan untuk dapat bertahan pada kondisi dengan salinitas lingkungan yang tinggi. Ada tiga mekanisme yang dilakukan oleh pohon mangrove untuk bertahan terhadap kelebihan garam dari lingkungannya yaitu :
a.  Mensekresi garam (salt-secretors).
Jenis mangrove ini menyerap air dengan kadar salinitas tinggi kemudian mengeluarkan atau mensekresikan garam tersebut keluar dari pohon. Secara khusus pohon mangrove yang dapat mensekresikan garam memiliki salt glands di daun yang memungkinkan untuk mensekresi cairan Na+ dan Cl-. Beberapa contoh mangrove yang dapat mensekresikan garam adalah : Aegiceras, Aegialitis, Avicennia, Sonneratia, Acanthus, dan Laguncularia.
             
                  Gambar Salt Gland/Kelenjar pengeluaran garam pada daun mangrove

b. Tidak dapat mensekresi garam (salt-excluders).
Jenis mangrove ini menyerap air dengan menggunakan akarnya tetapi tidak mengikutsertakan garam dalam penyerapan tersebut. Mekanisme ini dapat terjadi karena mangrove jenis ini memiliki ultra filter di akarnya sehingga air dapat diserap dan garam dapat dicegah masuk ke dalam jaringan. Beberapa contoh mangrove yang dapat melakukan mekanisme ini adalah: Rhizophora, Ceriops, Sonneratia, Avicennia, Osbornia, Bruguiera, Excoecaria, Aegiceras, Aegialitis, Acrostichum, Lumnitzera, Hibiscus, Eugenia.
c. Mengakumulasi garam (accumulators)
Mangrove memiliki mekanisme untuk mengakumulasi garam di dalam jaringannya. Jaringan yang dapat mengakumulasi cairan garam terdapat di akar, kulit pohon, dan daun yang tua. Daun yang dapat mengakumulasi garam adalah daun yang sukulen yaitu memiliki jaringan yang banyak mengandung air dan kelebihan garam dikeluarkan melalui jaringan metabolik. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa daun yang jatuh dari pohon diduga merupakan suatu mekanisme untuk mengeluarkan kelebihan garam dari pohon yang dapat menghambat pertumbuhan dan pembentukan buah. Garam yang terdapat di dalam pohon mangrove dapat mempengaruhi enzim metabolik dan proses fotosintesis, respirasi, dan sintesa protein.
Konsentrasi garam yang tinggi tersebut dapat menghambat ribulose difosfat karboksilase suatu enzim dalam proses karboksilase. Beberapa jenis mangrove yang memiliki mekanisme dapat mengakumulasi garam adalah : Xylocarpus, Excoecaria, Osbornia, Ceriops, Bruguiera.
Tabel 1. Toleransi salinitas pada beberapa jenis mangrove. 

Spesies
Batas Atas
Referensi
Keterangan
A. marina
90‰
a
kerdil, tinggi kurang dari 1 m
L. racemosa
90‰
a




C. tagal
72‰
b
Sehat tapi tidak tinggi
R. mucronata
55‰
a
Tua (gnarled)
R. apiculata
65‰
b

R. stylosa
74‰
b

B. gymnorrhiza
10-25‰
a
Range pertumbuhan normal
S. alba
» 35‰
a
Lebih menyukai air laut normal
a Macnae 1968; b Wells 1982

Pemeliharaan air Desalinasi
Kelebihan garam yang diserap oleh pohon mangrove sebagian besar disimpan di daun. Beberapa adaptasi yang dilakukan oleh daun diuraikan sebagai berikut :
Xeromorphic : Kutikel tebal di atas daun, rambut2, wax coating, sunken stomata, distribusi dari cutinized dan sclerenchymatous cell di daun, succulence (tempat penyimpanan air di jaringan daun) merupakan respons terhadap keberadaan Cl-
Transpiration : transpirasi rate rendah jika dibandingkan dengan non saline plant

Gambar Daun dan Morfologi daun yang sukulen
Spesialisasi Akar
Akar mangrove memiliki beberapa adaptasi untuk mempertahankan keberadaannya terhadap kondisi dengan salinitas tinggi. Adaptasi tersebut dirinci sebagai berikut :

·         Kadar garam tinggi (halofit)
·         akarnya dapat menyaring NaCl dari air
             
        Gambar Peg Root
Kadar oksigen rendah
Sistem perakaran yang khas : akar nafas (pneumatofora) untuk mengambil oksigen dari udara (Avicennia spp., Xylocarpus spp., Sonneratia spp.); penyangga yang memiliki lentisel (Rhizophora spp); akar lutut untuk mengambil oksigen dari udara (Bruguiera spp. dan Ceriops spp).
                          
Gambar Pneumatofor dan Lentisel pohon mangrove
Tanah Kurang Stabil dan adanya pasang surut
struktur akar ekstensif dan jaringan horizontal yang lebar untuk memperkokoh pohon, mengambil unsur hara, menahan sedimen.
         
Gambar.  Beberapa bentuk akar mangrove (Bengen, 2003)
Reproduktif
v  Pembungaan dan polinasi
             Pembungaan dimulai pada umur 3-4 tahun dan dipengaruhi oleh alam              bukan ukuran. Polinasi terjadi melalui kerjasama angin, serangga, dan burung.
v  Produksi Propagule
            Pembuahan terjadi hanya 0-7,2% dari bunga yang dihasilkan
v  Vivipary dan Cryptovivipary
              Vivipary : Embrio keluar dari pericarp dan tumbuh diantara pohon atau tidak berkecambah selama masih berada pada induknya (Bruguiera, Ceriops, Rhizophora, Kandelia, Nypa)
         
Gambar Buah yang Vivipary dan Cryptovivipary
Cryptovivipary :
Embrio berkembang melalui buah tidak keluar dari pericarp (Aegialitis, Acanthus, Avicennia, Laguncularia)
Penyebaran Propagule
Propagule tersebar melalui burung, arus, pasang surut Kerusakan propagule diakibatkan oleh substrat yang tidak sesuai, penenggelaman oleh organisme, pelukaan oleh organisme atau gelombang, salinitas tanah tinggi.
Respon Terhadap Cahaya
Cahaya dan Bentuk
Kondisi tampilan xeromorphic diakibatkan oleh respon terhadap intensitas cahaya yang tinggi
Fotosintesis
Daun cahaya memiliki kecepatan fotosintesis lebih cepat dibandingkan daun naungan
Cahaya dan Faktor-faktor Fisik Lain
Spesies-spesies yang toleran naungan : Aegiceras, Ceriops, Bruguiera, Osbornia, Xylocarpus, Excoecaria
Spesies-spesies yang intoleran naungan : Acrostichum, Acanthus, Aegialitis, Rhizophora, Lumnitzera, Sonneratia
Avicennia anakan intoleran naungan; Avicennia pohon toleran naungan
Zonasi dan penggenangan
Spesies mangrove yang terdapat di suatu lokasi dapat berbentuk monospesies (tunggal) atau spesies campuran yang paralel terhadap garis pantai. Aspek-aspek yang menyebabkan terjadinya zonasi mangrove menjadi perdebatan dan Santos et al (1997) menyatakan bahwa untuk meneliti zonasi mangrove dapat dilakukan dengan menggunakan pola berdasarkan :
a.  Suksesi Tumbuhan :
Pola zonasi spasial dihasilkan dari sekuens suksesi mangrove berdasarkan waktu sampai mencapai klimaksnya
b.  Perubahan Geomorfologi
Asumsi yang digunakan adalah perkembangan pola zonasi berdasarkan waktu dan spasial yang dinamis sebagai akibat dari perubahan fisik dan lingkungan pada zona mid littoral seperti perubahan ukuran, konfigurasi, topografi dan geologi.
c.  Fisiologi-Ekologi
Masing-masing spesies memiliki kondisi lingkungan yang optimum dan terbatas pada segmen tertentu untuk perubahan lingkungan yang terjadi.
d.  Dinamika populasi
Zonasi merupakan respons terhadap perubahan faktor biotik seperti  kompetisi interspesifik, reproduksi tumbuhan, strategi kolonisasi.
Temperatur air dan udara serta banyaknya curah hujan menentukan jenis­jenis mangrove yang terdapat di suatu lokasi. Macnae (1966) berpendapat bahwa distribusi dan zonasi mangrove merupakan interaksi antara :
rekuensi pasang surut yang menggenangi,
kadar garam air lahan/tanah; dan,
kadar air lahan (drainase).
Walter dan Steiner (1936) mempertimbangkan derajat tingkat penggenangan, kadar garam dan keadaan alami lahan sebagai faktor penting. Berkenaan dengan pasang, Chapman (1976) mempertimbangkan bahwa faktor yang paling utama adalah banyaknya hari tidak ada pasang surut.
Johnstone dan Frodin (1983) mengusulkan enam tipe yang menyebabkan terjadinya zonasi yaitu:
kedalaman air dan penggenangan - ombak
pengeringan
salinity/freshwater mendominasi
substrat
Biota dan interaksi biotik
Beberapa atau semua di atas faktor sudah sering dikemukakan tetapi faktor terakhir sering diabaikan. Pengetahuan tentang zonasi bermanfaat secara ekologis dan manajemen silvikultur dimana kebutuhan tentang  posisi hutan untuk memilih habitat yang sesuai untuk jenis-jenis pohon tertentu dapat diketahui. Contohnya adalah Rhizopora apiculata ditanam menuju ke zona darat untuk pengembangannya secara marginal. Beberapa contoh zonasi diuraikan sebagai berikut:
Watson ( 1928) membagi komunitas mangrove Malaysia bagian barat di dalam lima kelas berdasar pada frekwensi penggenangan. Secara Silvicultural arti penggolongan ini adalah bahwa suatu jenis dibagikan untuk kelas penggenangan tertentu berdasar pada kemampuannya untuk regenerasi.
De Hann (1931) membagi zonasi berdasarkan kadar garam yang dipertimbangkan sebagai faktor yang utama dalam pengendalian distribusi. Zonasi tersebut dibagi menjadi dua bagian utama sebagai berikut:
A. Zonasi dari payau ke laut dengan kadar garam pada pasang naik antara 10-30 promil dan menggenangi
A1. sekali atau dua kali sehari-hari dalam waktu 20 hari per bulan
A2. 10-19 kali per bulan
A3. 9 kali atau lebih sedikit per bulan
A4. hanya beberapa hari per bulan
B.  Zona perairan tawar ke air payau dengan berkadar garam antara 0-10 promil
B1. kurang atau lebih dibawah pengaruh pasang surut
B2. tiap musim terkena penggenangan.
    3. Macnae ( 1966), membagi zonasi mangrove sebagai berikut :
-    menuju ke darat
(a) zone Ceriops semak belukar
(b) zone Bruguiera hutan
(c) zone Rhizophora hutan
-    menuju ke laut
(a) Avicennia zone
(b) Sonneratia zone
Putz dan Chan (1986) dalam sebuah analisis pertumbuhan yang dinamis dari hutan yang matang di Malaysia, di pantau sejak 1920, menyimpulkan bahwa pola penggantian spesies yang diamati menyerupai proses suksesi yang diamati dan dikemukakan oleh Watson. Rhizophora apiculata, spesies yang dapat tumbuh tetapi memiliki toleransi tempat bernaung yang sempit perlahan-lahan digantikan oleh spesies lain yang cepat tumbuh tetapi toleransi terhadap tempat bernaung sempit, misalnya Bruguiera gymnorhiza (Rhizophoraceae) sama baiknya dengan spesies khusus ”landward” lainnya. Penelitian yang sama menyarankan bahwa toleransi bernaung dan penyebaran karakteristik haruslah termasuk dalam faktor­faktor ekologi yang mempengaruhi distribusi dari spesies pohon di hutan-hutan mangrove. Endapan lumpur dalam jumlah besar secara normal akan menghasilkan pengikisan garis pantai yang telah diperiksa secara fisik oleh aksi erosi gelombang dan arus pasang surut di mulut sungai. Muatan lumpur yang tinggi pada run – off menyediakan lumpur pada hutan, memberikan kesubuiran tanah dan produktivitas hutan. Analisis mekanis terhadap sampel tanah mengindikasikan bahwa sampel tanah yang berlokasi dekat kepada mulut sungai memiliki persentase pasir yang tinggi yang biasanya meningkatkan kekuatan tanah dan aerasi.  Tempat tersebut mendukung tumbuhnya R harrisonii dan P. rhizophorae. Lingkungan pasang surut sangat dinamis dan berubah-ubah tingkat perubahan lingkungan fisik dalam penempatan diperkirakan bahkan melebihi proses perubahan faktor endogen ekologi (perubahan secara siklikal, kesenjangan regenerasi/suksesi). Dalam vegetasi mangrove yang dinamis haruslah diperlihatkan cara pandang awal bahwa berdasarkan vegetasi terrestrial dimana lingkungan stabil dalam hubungan nya pada berbagai proses. Banyak pembelajaran pada pola vegetasi ekologis analisis pada level spesies (tumbuh-tumbuhan berdiri sendiri) untuk menunjukkan segregrasi dan peningkatan dalam dominansi berdasarkan pada asumsi bahwa spesies yang berbeda memerlukan relung yang berbeda pula (sensu Grubb,1977). Terdapat sedikit keraguan bahwa terjadi perubahan spesies. Dalam hal ini, hal tersebut dapat diamati dengan perubahan pada tipe hidup individu bersama seperti perubahan struktur komunitas. Silvikultur, beberapa perubahan penting adalah
potensi biomassa atas-bawah ( kualitas tempat/ produktivitas)
komposisi spesies pohon (spesifikasi tempat) dan
Struktur komunitas (kualitas struktur). Walaupun tampaknya menjadi kisaran yang optimum untuk tempat bagi spesies tambahan, kompetisi interspesies mungkin berkurang karena jumlah yang kecil, bentuk fisiognomi mereka mungkin berubah dari hutan yang tinggi menjadi belukar. Kemungkinan dari adanya pengaruh aluvial adalah faktor lain yang menyebabkan perubahan pada mikrohabitat dan banyak proses lainnya yang belum dimengerti benar sebagai contoh ’banjir besar’ dibeberapa area (Noakes, D.S.P. 1956 hal 187) dan peristiwa ”estructuras circulares de vegetation” in Gabon (Legigre, J.M. 1983). Di daerah Matang sepanjang pantai barat Peninsular Malaysia, hutan gundul karena pohon-pohon yang mati akibat pencahayaan umum ditemukan khususnya terhadap daerah yang mengarah ke laut. Di Malaysia, kondisi dimana Rhizophora spp membentuk pertumbuhan stok ekonomi yang terbesar dianggap sebagai tahap optimum dari perkembangan rawa mangrove. Kondisi ini secara singkat:
Penggenangan pasang surut harian
Salinitas yang cukup
Aerasi dan pengayaan tanah oleh akumulasi bahan organik
Sejumlah besar saluran dan aliran untuk membantu penyebaran propagul dan pembilasan pasang surut yang efisien. Potensi regenerasi secara alamiah biasanya baik. Mangrove dan permukaan lumpur di sekelilingnya atau lagun merupakan tempat perlindungan yang ideal untuk berbagai spesies krustasea. Juga biasanya terdapat populasi aktif kepiting, khususnya fidder crab, Uca sp dan berbagai spesies Sesarma. Liang-liang mereka yang tak terkira banyaknya membantu dalam mengaerasi dalam tanah. Beberapa bahan organik juga ditransfer ke dalam tanah, sebagai konsekuensinya tanah dapat memiliki lapisan yang lebih tinggi akan bahan organiknya. Adalah menarik untuk diperhatikan bahwa hutan yang lebih baik biasanya tidak memiliki akar berdiri, dan ini dibenarkan dengan hasil observasi Watson bahwa perkembangan akar yang panjang lebih ditekankan di dalam tanah atau area banjiran yang dalam. Sebagai spesies yang relatif tidak bertoleransi pada tempat teduh normal ditemukan di tanah yang belum matang dan lebih halus di sepanjang tepi sungai yang cerah, dimana ia tumbuh secara bebas. Pada tanah yang kuat dan lebih tinggi, digantikan oleh spesies lain seperti Pelliciera rhizophorae, yang lebih toleran dan dapat di temukan di tanah berpasir. Pada sungai dan terusan dengan pencahayaan yang rendah dan lebih lembut, hutan mungkin merupakan paduan dari R. mangle dan R. harrisonii. Pada permukaan lumpur yang baru terbentuk, Laguncularia racemosa terkadang sebagai spesies perintis. Lahan pinggiran adalah sebuah zona yang sangat bervariasi dan tidak mengandung banyak spesies mangrove yang bernilai ekonomis. Spesies utama adalah Avicennia germinans, yang secara umum memiliki bentuk sederhana. L. racemosa dan P. rhizophorae juga terbentuk di daerah ini. Di Asia Tenggara, spesies pelopor biasanya adalah Avicennia alba atau Sonneratia alba.

Daftar Pustaka
FAO. Management and Utilization of mangroves in Asia Pasific. FAO Environmental Paper 3, FAO, Rome. 1983
Hutching, P and P.Saenger. Ecology of Mangroves. University of Queensland, London. 1987
Mann, K.H. Ecology of Coastal Waters. Second Edition. Blackwell Science. 2000
Saenger, P. E.J, Hegerl, and J.P.S. Davie. Global Status of Mangrove Ecosystems. Comission on Ecology Papers No.3, IUCN. 1983

Tidak ada komentar:

Posting Komentar